Nama : Intan Yanitasari
NPM : 33210574
Kelas : 3DD03
Dosen : Handayani
- Metode Operasi Ritel
1 A.
RITEL
DALAM BENTUK TOKO
Fungsi Retail
Ritel
merupakan tahap akhir proses distribusi dengan dilakukannya pnjualan langsung
pada konsumen akhir. Dimana bisnis retail berfungsi sebagai perantara antara
distributor dengan konsumen akhir, Retailer berperan sebagai penghimpun barang,
took retail sebagai sebaga temat rujukan. Ritail berperan sebagai penentu
eksistensi barang dari manufacture di pasar konsumsi.
KARAKTERISTIK DAN TIPOLOGI
1. Karakteristik
•
Small Enough Quantity (Partai kecil,dalam jumlah secukupnya untk dikonsumsi
sendiri dalam periode tertentu)
•
Impulse buying (kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan
jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyak pilihan untuk konsumen)
•
Store Condition ( KOndisi lingkungan dan interior dalam toko)
2. Tipe Bisnis Retail Klasifikasi
retail berdasarkan :
Kepemilikan
( Owner ):
·
Single-Store Retailer (tipe yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko
umumnya dibawah 100 m²)
·
Rantai Toko Retail (toko retail dengan banyak cabang dan dimiliki oleh
institusi perseroan)
·
Toko Waralaba (toko yang dibangun berdasarkan kontrak kerja sama waralaba
antara terwaralaba dengan pewaralaba)
Merchandise
Category:
·
Specialty Store/ Toko Khas (Menjual satu jenis kategori barang yang relative
sedikit/ sempit)
·
Grocery Store/ Toko Serba Ada (menjual barang groceries (sehari-hari))
·
Departement Store (menjual sebagian besar bukan kebutuhan pokok, fashionable,
bermerek, dengan 80% pola konyinyasi)
· Hyperstore(menjual barang dalam rentang
kategori barang yang sangat luas)
Luas
Sales Area :
· Small Store/kiosk (kios kecil yang umumnya
merupakan toko retail tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales
kurang dari 100 m²)
· Minimarket (dioperasikan dengan luasan sales
area antara 100-1000 m²)
· Supermarket (dioperasikan dengan luasan sales
area antara 1000-5000 m²)
· Hypermarket (dioperasikan dengan luasan sales
area antara lebih dari 5000 m²)
Non-Store
Retailer :
· Multi-Level-Marketing (MLM) : Model penjualan
barang secara langsung dengan system komisi penjualan berperingkat berdasarkan
status keanggotaan dalam distribution lines
· Mail & Phone Order Retailer ( Toko pesan
antar ) : perusahaan yang melakukan penjualan berdasarkan pesanan melalui surat
atau telepon
· Internet/ Online Store (e-Commerce) : Toko
Retail di dunia maya yang mengadopsikan internet ke dalam bentuk online
retailing
2. RITEL DALAM BENTUK BUKAN TOKO
Untuk
menemukan pola-pola bisnis ritel secara e-commerce ( Amir Hartman dalam bukunya
“Net-Ready” (Hartman, 2000) secara lebih terperinci lagi mendefinisikan
E-Commerce sebagai “suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang
memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan
internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah
institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C)”. ),
tentu saja harus Mempelajari transformasi dari pola-pola penjualan retail
secara fisik.
Permasalahan inti dalam perdagangan
retail mempunyai 4 elemen
1.
Mendapatkan product yang tepat,
2.
harga yang tepat,
3.
waktu yang tepat
4.
Tempat yang tepat
Ada
4 pengacau dalam retail bisnis menurut Joseph L.Bower dan Clayton M Pengacau
pertama datang dalam bentuk Departmen Stores.
Kelebihan
Department stores dibanding retail biasa adalah kecepatan perputaran barang dan
mampu menampilkan jumlah product yang sangat banyak dalam 1 store mereka.
Department Store rata memperoleh keuntungan 40 % setiap kali perputaran
barangnya ( rata-rata 3 kali setahun),jadi mereka bisa memperoleh keuntngan 120
%/thn. Pengacau kedua adalah Toko pemberi diskon Hampir sama dengan Toko
pemberi Diskon mereka bisa memberikan diskon s/d 23%/thn dan bisa sampai 5 kali
perputaran / tahunnya. Bisnis retail melalui internet belum bisa diukur secara
signifikan, tetapi Amazon.com mampu mendapat marjin 5%/tahun dengan perputaran
barang sebanyak 25 kali / tahun, hampir sebanding dengan marjin dari bisnis
retail secara fisik dengan Department stores dan Toko pemberi diskon. Toko
pemberi diskon pada akhirnya akan melawan sesama toko pemberi diskon yang lain,
karena toko retail biasa sudah bukan menjadi lawan mereka. Pengacau ketiga
datang dalam bentuk Bisnis ritel dalam bentuk Katalog Sasarannya adalah
konsumen yang berada di kedalaman pemukiman, ini juga yang disebut oleh
“Richard sears” sebagai rumah perbekalan paling murah didunia , dan
mengkompensasikan kekurangan pelayanan pribadi dengan jaminan uang kembali.
Katalog adalah dasar dari toserba online yang ada saat ini. Pengacau Keempat
dan terbesar yang sedang berlangsung saat ini adalah Online retail seperti yang
dilakukan pelaku bisnis online karena sama mendasarnya dengan tiga kekacauan
sebelumnya. Dari 3 pengacau sebelumnya Peretail Internet mampu mengemban 4
tugas besar semua pelaku retail sebelumnya, yaitu : Product, tempat, harga dan
waktu. Poduct ? semua product bagus dan baik dapat ditampilkan disitu Tempat ?
Web adalah toko yang sangat baik dan tidak ada satupun toko konvensional dapat
menandinginya. Harga ? Online retail adalah surga bagi Konsumen karena
penawaran yang sangat fleksibel tiada banding, dengan hanya marjin 5% saja
Amazon.com dapat memutar barangnya sebanyak 25 Kali /tahun. Waktu ? Dengan Toko
retail online berupa web, toko bisa buka 24 jam penuh 7 hari setiap waktu tanpa
perlu ada yang menjaga, sehingga transaksi dapat dilakukan anytime , anywhere.
Seiring waktu bisnis retail online mulai merubah strateginya dari generalis
(
konsep department store ) ke Spesialis, yaitu dengan hanya menawarkan product2
tertentu, misalnya : sebuah web hanya menjual Buku ( online book stores ) dll.
Akhir dari Resume ini adalah bahwa bisnis retail konvensional dengan retail
internet tetap harus berhubungan, karena dalam kenyataannya bahwa seseorang
yang membutuhkan sesuatu barang dengan cepat pasti akan menuju mobilnya tanpa
menuju komputernya.
3.
RITEL WARALABA
Menurut
John Naisbit dalam bukunya yang berjudul Megatrends, mengatakan bahwa waralaba
adalah konsep marketing yang paling sukses dalam sejarah umat manusia.
Menurutnya, di USA, setiap 8 menit, lahir satu oulet waralaba. Konsep waralaba
ini kemudian merambah sampai ke Indonesia, dimana 10 tahun terakhir ini banyak
bermunculan pebisnis yang menawarkan konsep waralaba kepada masyarakat (calon
investor). Konsep baru ini menjadi topik hangat dikalangan dunia usaha dan
media bisnis. Akibatnya, semakin banyak orang yang tertarik untuk menamkan
uangnya dengan membeli waralaba atau sekedar lisensi bisnis atau paling tidak
mengetahui lebih detail bagaimana sistem waralaba itu sebenarnya, hal ini dapat
dilihat dari ‘laris manisnya‘ buku-buku yang mengupas masalah waralaba atau
franchise dan tingginya minat pengunjung di acara pameran franchise.
Namun
yang perlu diketahui, bahwa ternyata tingkat kesuksesan waralaba di indonesia
hanya mencapai 60% saja, sedangkan di negei asalnya, Amerika mencapai 90%.
Selain itu, menurut Amir Karamoy, Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia yang
juga pemilik Konsultan AK & Partners, menyatakan bahwa terjadi perbedaan
tingkat kegagalan yang sangat mencolok antara waralaba lokal dibanding waralaba
asing. Tingkat kegagalan waralaba lokal berkisar antara 50-60%, sedangkan
tingkat kegagalan waralaba asing di Indonesia hanya berkisar 2% – 3 % saja.
Mengapa
waralaba lokal banyak yang berguguran? Kegagalan dalam sebuah bisnis waralaba
bisa dari faktor franchisor-nya atau dari franchisee-nya (investor) atau faktor
akumulasi dari kedua belah pihak. Untuk sisi franchisor, kadang karena bisnis
yang dia tawarkan belum terbukti menguntungkan, tapi sudah berani menawarkan
konsep waralaba kepada calon investor. Coba lihat di media cetak, banyak sekali
iklan-iklan yang menawarkan konsep kerja sama dalam bentuk “waralaba”, padahal
belum tentu bisnisnya sudah dapat dikatagorikan sebagai “waralaba/ franchise”,
bisa jadi hanya sekedar dalam bentuk “Pola Kemitraan/ Business Opportunity
(BO)” atau hanya sekedar penggunaan nama merek alias lisensi.
Peraturan
Pemerintah Tentang Waralaba
Beberapa
faktor penyebab kegagalan waralaba yang paling utama adalah kegagalan meraih
target penjualan yang memadai, hal ini biasanya karena tempat usaha yang kurang
strategis. Faktor-faktor lainnya antara lain adalah kurangnya support dari
penjual franchise kepada franchisee misalnya dalam dukungan promosi, manajemen
dan lain-lain sehingga terkesan franchisee berjalan sendirian, dan ada juga
yang mengatakan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi yang berimbas pada
lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain itu, faktor yang tak kalah
pentingnya adalah “mindset” franshisee/ pembeli waralaba yang berfikir bahwa
membeli waralaba itu artinya tinggal terima untung saja dan “terlalu
mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau telalu berharap pada sistem yang
bekerja. Padahal seharusnya franchisee itu juga ikut kerja keras memajukan
garainya, dan mengawasi sistem apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak.
Apalagi jika bisnis yang dimasuki adalah bisis makanan yang itemnya banyak dan
sangat perlu diatur manajemen logistiknya, mengingat makanan hanya tahan
beberapa hari sebelum rusak. Jadi jangan sampai terbuang percuma.
Saat
ini, yang paling ramai bisnis yang di-franchise-kan adalah dibidang bisnis
makanan, maklumlah, karena makanan adalah merupakan kebutuhan paling pokok
manusia, dan semua manusia perlu makan. Oleh karena itulah bermunculan
franchise yang bergerak dibidang makanan ini, seperti yang berasal dari luar
negeri antara lain : McDonnald, KFC, Dunkin Donuts, dan lain-lain. Sedangkan
yang dari lokal antara lain : RedCrispy, Andrew Crepes, Bakmi Raos dan
lain-lainnya. Selain franchise yang produknya berupa makanan, juga ada
franchise yang produknya berupa non makanan dan jasa, misalnya dibidang
pendidikan, pengantaran barang, salon, busana dan lain-lain.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan sebelum membeli waralaba:
-
Apakah Waralaba memang pas untuk anda? setiap tahunnya semakin banyak orang
yang bermimpi keluar dari rutinitas 8 pagi – 5 sore dan memiliki sebuah sistem
bisnis sendiri (baik self employed atau business owner). Meski begitu namanya
membangun bisnis bisa menjadi proses menakutkan. Membangun bisnis dapat
dikatakan suatu hal yang memerlukan konsentrasi, fokus dan persistensi yang
tinggi.
-
Waralaba sering dilihat sebagai bisnis yang lebih kecil risikonya. Waralaba
memberikan peluang Anda membuka bisnis sendiri dengan dukungan dan back up dari
perawalaba. Namun waralaba tidak selalu cocok bagi semua orang.
-
Apakah waralaba merupakan pilihan menarik bagi anda? Waralaba adalah sebuah
pilihan yang menarik bagi pebisnis pemula, karena waralaba memungkinkan anda
menanamkan uang dalam sebuah sistem yang sudah mapan, telah dicoba dan teruji,
dan terbukti keberhasilannya. Namun bagi pebisnis yang sudah malang melintang
di dunia wirausaha, mungkin tawaran waralaba sudah tidak begitu menarik lagi.
-
Waralaba bukan garansi sukses. Seperti disinggung di bagian atas, apalagi di
Indonesia, tingkat kegagalan waralaba masih cukup tinggi, namun demikian
sebagai investor waralaba anda akan mendapatkan bantuan dari pewaralaba. Meski
demikian Anda tetap perlu memotivasi diri, memiliki gerak dan komitmen kerja
keras untuk membangun bisnis yang sukses. Waralaba bukanlah garansi kesuksesan.
Meskipun satu tingkatan keberhasilan sudah tercapai, diperlukan kerja keras
agar bisa mempertahankan profitabilitas.
-
Jika anda memutuskan langsung terjun ke bisnis, persiapkan mental dengan
matang, karena ada perbedaan suasana antara “ketidakpastian” di dunia bisnis
dan ‘zona nyaman’ di dunia karyawan dengan gaji bulanan yang pasti dan rutin.
-
Macam-macam tingkat investasi di dunia waralaba bermacam-macam. Sesuaikan
pilihan dengan kemampuan keuangan anda, jangan melebihi kemampuan. Biasanya
franchisor akan memberikan informasi seputar kinerja franchisee lainnya sebagai
gambaran. Namun, tentu saja ini bukan garansi bagi kesuksesan. Anda perlu
meneliti sendiri bisnis yang potensial di sekitar Anda dan bila perlu mencari
bantuan profesional dalam membuat proyeksi keuangan. Kalau bisa bicaralah
dengan franchisee lain yang membeli waralaba tersebut, bagaimana sistemnya,
supportnya, proyeksi keuangannya, potensinya, dll.
Beberapa
pertimbangan dalam memilih / membeli franchise atau waralaba antara lain:
1.
Apakah merek-nya sudah terkenal dan memiliki image positif di pasar. Karena,
membeli franchise bukan hanya sekedar membeli sistem, tetapi merek. Seandainya
mereknya belum terkenal, sulit bagi kita untuk memperoleh omzet maksimal karena
pasar belum aware terhadap merek franchise tersebut. Selain merek, juga produk
dan sistem. Apakah produknya “mumpuni“, kalau produknya berupa makanan, apakah
enak, apakah unik, apakah mudah dibuat atau tidak, apakah ada resep rahasia
sehingga sulit di tiru pesaing.
2.
Siapa di belakang layar. Nah ini juga perlu kita cari tahu, siapa pengembang
dibalik nama franchise yang di jual tersbut. Hal ini ibarat kita membeli rumah/
apartemen, tentu kita juga harus melihat kredibilitas pengembang perumahan yang
dijual. demikian juga dengan membeli waralaba, jika perlu juga cari informasi
tentang pemilik/ pengembang franchise tersebut. Apakah franchisor yang kita
minati merupakan perusahaan yang sukses dan kuat, Franchisor wajib memberikan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada calon pembeli
hak waralabanya. Laporan tersebut dapat membrikan informasi keadaan keuangan perusahaan
tersebut untuk periode 3 tahun.
3.
Tempat. Tempat usaha yang kita pilih mutlak harus staretegis, ramai dan mudah
diakses dari mana saja, tempat parkir harus luas. JIka anda melihat tempat
usaha McDonnald, kebanyakan berada di tempat yang paling strategis, di belahan
dunia manapun, diperempatan jalan, pokoknya tempatnya paling strategis. Maknya
tak salah jika ada yang mengatakan bahwa bisnis mereka bukan burger, tetapi
properti.
4.
Lakukan riset secara umum tentang waralaba yang di incar. Pastikan anda melihat
peluang di bidang bisnis yang akan dijalankan. Cari tahu sebanyak mungkin
informasi tentang waralaba yang diminati. Misalnya mencari tahu bagaimana
tingkat penjualan, sistem support, kelemahan dan kelebihan waralaba tersebut
dari franchisee lain yang sudah terlebih dahulu membeli dan menjalankan
waralaba tersebut. pastikan waralaba tersebut memiliki bimbingan berkelanjutan
dalam pengelolaan merek, pengawasan mutu, manajemen kepegawaian, bimbingan
administrasi dan petunjuk teknis lainnya. Seringlah hadir dalam seminar dan
pameran franchise untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dan perbandingan
terbaik.
5.
Pilihlah waralaba yang sesuai dengan hasrat dan minat anda, dan anda yakin
waralaba tersebut akan menguntungkan dalam jangka panjang. Hindari memilih
waralaba karena faktor “trend” semata-mata.
6.
Pilihlah waralaba yang sesuai dengan modal anda. Beberapa bisnis waralaba ada
yang mengalami kegagalan ditengah jalan karena kekurangan modal. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan peluang keberhasilan, lebih baik untuk memiliki modal
labih dari yang disyaratkan franchisor. Disarankan untuk memiliki cadangan dana
untuk modal kerja 6 bulan sampai 1 tahun ke depan.
7.
Mungkin anda perlu meminta nasihat dari profesional (konsultan waralaba) untuk mendampingi
anda.
- KESEMPATAN PASAR
A. Pasar
Potensial Ritel
Sebuah
industri ritel melihat potensi pasarnya, atau bisa juga hal ini dijadikan cara
mencari lokasi untuk industri ritel dan faktor-faktor apa saja yg menjadi tolak
ukur dari pemain ritel.Ada delapan faktor utama yg perlu kita lihat dan
pelajari dengan baik. kita langsung pada potensi-potensi pasar yang harus kita
perhatikan.
1. Population Characteristic
Populasi
karakter ini adalah hal yang terpenting, yang harus dilihat sebagai langkah
potensi pasar pertama. Lihat secara detail dari populasi yang ada di area
tersebut, baik dalam jumlah perkembangan penduduk, fasilitas yang mendukung
industri ritel itu, baik dalam industri sektor lain tapi yang mempunyai
multiplier effect dengan usaha ritel kita, seperti industri jasa ataupun
industri sosial faktor di daerah itu, seperti rumah sakit,sekolah dll.populasi
karakter harus melihat dengan detail, baik dimulai dari segi manusianya,
umurnya, latar belakang edukasi mereka, pekerjaan, ras, suku dan juga
perkembangan pasar industri yang ada. Sering sekali survei hanya melihat dari
data perkembangan jumlah penduduk atau kepadatan penduduknya, tapi bukan dari
karakter populasi yang terjadi, ini jauh berbeda.perkembangan jumlah penduduk hanya
perkembangan asumsi potensi jumlah customer saja tetapi populasi karakter kita
melihat dari semua sudut pandang yang menjadikan sebuah karakter yg menjadi
ukuran kekuatan potensi pasar yang ada.
2. Buyer Behavior Characteristics
Hal
lain yang sangat menjadikan sebuah potensi pasar dalam menganalisa pasar yang
ada adalah langkah kita melihat dan mengenal kelakuan (behavior) karakter dari
pembeli pasar tersebut.sebagai contoh,di salah satu daerah yg akan dibuka
sebuah supermaket, kebiasaan dan karakteristik penduduk daerah tersebut dalam
berbelanja adalah membawa anaknya, maka sudah jelas jika ingin membuka
supermaket di sana,hal pertama yg menjadi acuan dari kebiasaan (behavior)
pembeli/penduduk dengan berbelanja bersama anaknya adalah sebuah tempat
bermain.
Maka
jika kita membuka supermarket tanpa memperhatikan kebiasaan ini jangan heran
kalau pengunjungnya sedikit meskipun harga jual kita sudah menarik/murah karena
supermarket kita tidak ada hal yang membuat kebiasaan karakter mereka
terpenuhi.kelihatannya simpel, tetapi banyak pelaku ritel tidak menyelidiki
kebiasaan karakter pembeli dengan baik, sehingga potensi pasar yang ada tidak
tergarap dengan penuh.data-data kebiasaan karakter pembeli ini tidak bisa
dilihat hanya dari data perkembangan penduduk tetapi bisa digali dari tim Sales
Promotion Girl (SPG) yang sudah ada di daerah pasar tersebut dan sudah tahu
kebiasaan karakter pembeli disana.
3. Household Income
Kekuatan
rata-rata pendapatan keluarga di daerah tersebut juga menjadikan apakah daerah
tersebut pasar yg berpotensi untuk industri Ritel kita, karena jika pendapatan
keluarga di daerah tersebut tidak terdistribusi dengan baik, maka pasarnya
tidak stabil, dan juga peta potensi pasar kita tidak imbang.sebuah daerah
dengan penghasilan tinggi secara pendapatan keluarga, tetapi tidak
terdistribusi dengan baik, arti kata patron yang terjadi tidak merata akan
membuat sebuah fenomena belanja yang berbeda jika pendapatan rata-rata keluarga
di daerah tersebut sebanding semua atau equal.
4. Household Age Profile
Umur
dan kategori dari keluaaga yang berdomisili disekitar potensi pasar yang akan
kita bidik juga menjadi pengaruh yang besar. Sebuah potensi pasar di daerah
yang berkembang populasi dengan penduduk dengan usia muda akan menjadikan
potensi pasar dipengaruhi gaya hidupnya (lifestyle).
5. Household Composition
Komposisi
keluarga ini sangat berpengaruh dengan potensi pasar. Lihat jika disana
keluarga muda dan berubah menjadi komposisi berkeluarga dan mempunyai anak,
maka komposisi belanja mereka beralih dari konsumtif gaya hidup ke konsumtif
kebutuhan keluarga, dan otomatis gaya pengeluaran belanja menjadi beda.
Itulah
sebabnya, industri Ritel seharusnya selalu melihat perkembangan komposisi
keluarga ini setelah tahun ke tahun karena daerah mereka karakternya berkembang
sesuai umur dari pembeli dan potensi pasar yang ada menjadi bergeser arahnya.
6. Community Life Cycle
pasar
potensi yang sedang kontinyu bertumbuh karena ini yang sedang pesat-pesatnya
dan secara tidak langsung memberikan kesempatanpotensi pasar yang baik dan
bergairah untuk masa investasi mereka.
7. Population Density
Populasi
kepadatan ini bisa dikonotasikan dengan jumlah orang per meter persegi dari
potensi pasar yang ada karena ini menjadikan patron dari kekuatan pembeli yang
ada.Semakin besar kepadatan populasinya, maka kita sebaiknya menyiapkan luas
toko yang sesuai dengan potensi pasarnya. Lihat daerah potensi pasar di
perumahan yang baru dengan keluarga yang hanya 2 orang akan berbeda dengan
keluarga dengan rata-rata 4 hingga 5 orang.
8. Mobility
Jika
potensi pasar yang ada dipenuhi dengan gaya pembeli atau orang yang
mobilitasnya tinggi, maka sudah jelas mereka adalah pasar potensi yang bergerak
jadi,bukan acuan untuk selalu datang ke lokasi Ritel kita yang ada di dekat
mereka, karena mereka adalah pembeli yang bergerak.
B. Memulai
Bisnis Ritel
Memulai
bisnis bagi kebanyakan orang bukanlah hal yang mudah. Hal yang klasik, banyak
pertimbangan di sana sini sehingga tak jarang membuat orang urung memulai
bisnis.Semestinya memulai bisnis tidak menjadi salah satu sumber ketakutan bagi
setiap orang. Untuk menghilangkan ketakutan dalam memulai bisnis, seseorang
bisa membuat persiapan bisnis yang matang sehingga dapat menjalaninya dengan
optimistis. Salah satu seminar Gerald Abraham salah seorang penasehat bisnis
pada sebuah firma hukum, juga pemilik dan direktur sebuah konsultan keuangan di
tahun 2006,berisi tentang menjadi sukses dengan memahami aspek penting sebelum
memulai usaha,yaitu:
a. Memahami konsep produk atau jasa secara baik
b. Membuat visi dan misi bisnis
c. Perlunya winning, positive dan learning
attitude untuk menjadi sukses
d. Membuat perencanaan dan strategi bisnis yang
efektif akan menghindari usaha
e. Pengetahuan dasar manajemen, organisasi dan
sistem akan menghindari usaha
daripada
risiko manajemen.
f. Optimalisasi sumber daya manusia maka 50%
usaha Anda sudah berhasil.
g. Kreativitas, kepemimpinan dan proses
pembuatan keputusan sangat penting
h. Pengetahuan dasar pengelolaan keuangan dan
pembiayaan
Pemahaman
atas aspek ini adalah sangat penting dalam perkembangan usaha
Seringkali
produksi terganggu karena pengelolaan keuangan yang tidak baik seperti
kekurangan dana untuk pembelian bahan baku, alat-alat produksi dan lainnya.
i. Pemasaran, pelayanan dan product brand
Pemasaran
merupakan ujung tombak keberhasilan penjualan produk atau jasa. Sebaik apapun
produk atau jasa tanpa pemasaran yang baik maka akan sangat sukar untuk
meningkat penjualan dan keuntungan usaha.
C. Eksistensi
Bisnis Ritel
Keberadaan
pasar modern memberikan banyak pilihan bagi konsumen dalam menentukan lokasi
berbelanja.Apalagi belakangan ini jumlahnya juga semakin banyak. Namun, bagi
pebisnis pasar tradisional, tentu memiliki arti lain.Ketatnya persaingan bisnis
ritel mendorong para pengusaha untuk melakukan terobosan dalam strategi
berdagang, baik menyangkut kemasan toko,pelayanan,hingga soal harga produk. Hal
ini tentunya akan memberi keuntungan lain bagi para calon pembeli. Konsumen
juga memegang kendali dalam menentukan hidup matinya sebuah toko modern, bahkan
berpengaruh dalam pertumbuhan pasar modern. Bagi pebisnis ritel, karakter
masyarakat akan menjadi pertimbangan dalam mengembangkan usahanya.Executive
Director dari Retail Measurement Services Nielsen,Teguh Yunanto menuturkan, peritel
akan melihat populasi penduduk sebagai salah satu pertimbangan dalam membuka
toko.namun, seiring perpindahan lokasi permukiman ke daerah pinggiran, toko
cenderung tumbuh di daerah tersebut dan menurun di kota besar. Hasil Nielsen
Retail Establishment Surveyyang dilakukan pada akhir 2010 secara keseluruhan
memperlihatkan lanskap ritel Indonesia menurun 1,3% dilihat berdasarkan jumlah
toko. Hingga akhir 2010, tercatat 2.524.111 toko tersebar di Indonesia terdiri
atas pasar tradisional dan modern. Sebarannya 57% di Pulau Jawa, 22% di
Sumatera, dan 21% sisanya di pulaupulau lain.Dari hasil survei tersebut yang
cukup menarik adalah menyangkut persaingan antara pasar tradisional dengan
modern.Ritel modern mencakup hal yaitu pendekatan manajemen kategori dan manajemen
rantai pasokan.Manajemen kategori dapat dipahami sebagai suatu pendekatan cara
penanganan barang pada tingkat kategori melalui klasifikasi yang terstruktur
dan sistematis pada bauran produk.sementara itu,paradigma baru dalam manajemen
rantai pasokan barang menempatkan retailer dalam suatu titik/mata rantai dalam
jalur distribusi/pasokan barang yang bersama-sama dengan pihak supplier menjadi
bagian dari proses menyeluruh arus penyediaan barang dari hulu ke hilir.
Paradigma baru ini menuntut adanya kesamaan persepsi antara supplier dengan
retailer dalam memandang pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen sebagai
tujuan akhir proses
Sumber : google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar